Fatwa-Fatwa Lembaga Fatwa Internasional Mengenai Halalnya Vaksin
Ada yang mempersoalkan fatwa MUI, Muhammadiyah, NU dan lembaga nasional mengenai halalnya vaksin. Mereka mungkin tidak percaya dengan hanya sekedar “kualitas lokal” dan bisa jadi mendapat tekanan dari berbagai pihak. Karenanya mari kita lihat fatwa halal vaksin dan dukungan dari ulama yang ilmunya diakui oleh dunia, bahkan fatwa lembaga fatwa internasional yang berisikan ulama dari berbagai negara
Perlu diketahui bahwa ulama tidak gegabah berfatwa, mereka juga perlu tahu fikhul waqi’ (realita), karenanya mereka sebelum berfatwa mencari tahu hakikat persoalan. Misalnya majma’ fiqh Al-Islami , terkait vaksinasi, maka mereka mengundang para ahli vaksin dan dokter untuk dihadirkan dalam muktamar dan diminta menjelaskan mengenai hakikat dan cara pembuatan vaksin serta hal-hal terkait vaksin
Karena jika salah memahami fikhul waqi’, maka salah juga mengeluarkan fatwa, sebagaimana dikenal dalam kaidah
الْحُكْمَ عَلَى الشَّيْءِ فَرْعٌ عَنْ تَصَوُّرِهِ
“Fatwa mengenai hukum tertentu merupakan bagian dari pemahaman orang yang memberi fatwa (terhadap pertanyaan yang disampaikan).”
Ini bentuk hati-hati para ulama sebelum berfatwa, jika saja para ulama sudah diragukan fatwanya, tentu kurang baik
Misalnya fatwa lembaga Internasional:
Majma’ Fiqih Al-Islami, dengan judul
(بيان للتشجيع على التطعيم ضد شلل الأطفال)
“Penjelasan untuk MEMOTIVASI gerakan imunisasi memberantas penyakit POLIO [1]
Lembaga ini nama resminya adalah Majma’ Al-Fiqihi Al-Islami di bawah naungan Rabithah Al-‘Alam Al-Islami
atau Liga Muslim Sedunia adalah organisasi Islam Internasional terbesar yang berdiri di Makkah Al-Mukarramah pada 14 Zulhijjah 1381 H/Mei 1962 M oleh 22 Negara Islam
Kemudian fatwa halal vaksin dari:
Lembaga fatwa negara Islam Eropa, yaitu Al-Majelis Al-Urubi li Al-Ifta’ wa Al-Buhuts atau European Council for Fatwa anda Research ( ﺍﻟﻤﺠﻠﺲ ﺍﻷﻭﺭﻭﺑﻲ ﻟﻺﻓﺘﺎﺀ ﻭﺍﻟﺒﺤﻮﺙ )
Isinya menjelasakan kehalalan vaksin dan memotivasi penggunaan vaksin [2]
Lembaga ini berkedudukan di Republik Irlandia. Majelis ini mulai didirikan dari sebuah pertemuan yang diadakan di London di Inggris pada 29-30 Maret 1997, yang dihadiri lebih dari lima belas ulama dunia, atas prakarsa dari Ittihad Munazhzhamah fi Uruba (Persatuan Organisasi Islam di Eropa). Pertemuan ini menghasilkan rancangan konstitusi Majelis
Jika ada yang berkata:
“Pegangan kita adalah Al-Quran dan As-sunnah, bukan fatwa”
Jawab: Ulama juga berfatwa berdasarkan Al-Quran dan sunnah dan ulama lebih paham mengenai hal ini
Demikian semoga bermanfaat
@Laboratorium RS Manambai, Sumbawa Besar – Sabalong Samalewa
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
Footnote:
[1] Berikut isi fatwanya:
إن دفع الأمراض بالتطعيم لا ينافي التوكل؛ كما لا ينافيه دفع داء الجوع والعطش والحر والبرد بأضدادها، بل لا تتم حقيقة التوكل إلا بمباشرة الأسباب الظاهرة التي نصبها الله تعالى مقتضيات لمسبباتها قدرا وشرعا، وقد يكون ترك التطعيم إذا ترتب عليه ضرر محرما.
“Mencegah penyakit dengan imunisasi tidak menafikkan tawakkal, sebagaimana mencegah lapar, haus, panas dan dingin. Bahkan tidak sempurna hakikat tawakkal kecuali dengan melakukan sebab-sebab nyata yang telah Allah tetapkan sebagai penyebabnya baik sebagai sebab qadariyah (sebab-akibat, pent) atau sebagai sebab syar’i. Dan bisa jadi tidak melakukan imunisasi kemudian muncul bahaya hukumnya adalah haram.”
(Sumber: http://www.fiqhacademy.org.sa/bayanat/30.htm)
[2] Berikut fatwanya, terkait vaksin, memutuskan dua hal:
أولا: إن استعمال هذا الدواء السائل قد ثبتت فائدته طبيا وأنه يؤدي إلى تحصين الأطفال ووقايتهم من الشلل بإذن الله تعالى، كما أنه لا يوجد له بديل آخر إلى الآن، وبناء على ذلك فاستعماله في المداواة والوقاية جائز لما يترتب على منع استعماله من أضرار كبيرة، فأبواب الفقه واسعة في العفو عن النجاسات – على القول بنجاسة هذا السائل – وخاصة أن هذه النجاسة مستهلكة في المكاثرة والغسل، كما أن هذه الحالة تدخل في باب الضرورات أو الحاجيات التي تن-زل من-زلة الضرورة، وأن من المعلوم أن من أهم مقاصد الشريعة هو تحقيق المصالح والمنافع ودرء المفاسد والمضار.
ثانيا: يوصي المجلس أئمة المسلمين ومسئولي مراكزهم أن لا يتشددوا في مثل هذه الأمور الاجتهادية التي تحقق مصالح معتبرة لأبناء المسلمين ما دامت لا تتعارض مع النصوص القطعية
Pertama:
Penggunaan obat semacam itu ada manfaatnya dari segi medis. Obat semacam itu dapat melindungi anak dan mencegah mereka dari kelumpuhan dengan izin Allah. Dan obat semacam ini (dari enzim babi) belum ada gantinya hingga saat ini. Dengan menimbang hal ini, maka penggunaan obat semacam itu dalam rangka berobat dan pencegahan dibolehkan. Hal ini dengan alasan karena mencegah bahaya (penyakit) yang lebih parah jika tidak mengkonsumsinya. Dalam bab fikih, masalah ini ada sisi kelonggaran yaitu tidak mengapa menggunakan yang najis (jika memang cairan tersebut dinilai najis). Namun sebenarnya cairan najis tersebut telah mengalami istihlak (melebur) karena bercampur dengan zat suci yang berjumlah banyak. Begitu pula masalah ini masuk dalam hal darurat dan begitu primer yang dibutuhkan untuk menghilangkan bahaya. Dan di antara tujuan syari’at adalah menggapai maslahat dan manfaat serta menghilangkan mafsadat dan bahaya.
Kedua:
Majelis merekomendasikan pada para imam dan pejabat yang berwenang hendaklah posisi mereka tidak bersikap keras dalam perkara ijtihadiyah ini yang nampak ada maslahat bagi anak-anak kaum muslimin selama tidak bertentangan dengan dalil yang definitif (qath’i).
[Sumber:http://www.islamfeqh.com/Forums.aspx?g=posts&t=203]
Artikel asli: https://muslimafiyah.com/fatwa-fatwa-lembaga-fatwa-internasional-mengenai-halalnya-vaksin.html